Minggu lalu saya berkesempatan mengunjungi negoro londo alias negeri Belanda. Negara ini memang makmur luar biasa. Kemakmuran ini tentunya dahulu banyak terbantu oleh kekayaan yang dikuras dari negeri kita Indonesia, termasuk kampung kita tercinta, Kabupaten Batang yang jatuh ke tangan VOC dari Mataram pada tanggal 18 Mei 1746.
Terlepas dari cerita pilu kolonialisme Belanda atas Indonesia, kunjungan saya mengingatkan pada pengaruh bahasa Belanda yang masih terasa di bahasa Jawa, terutama ragam Pekalongan-Batang-Pemalang.
Kata pertama yang terlintas di benak saya adalah 'brug' yang artinya jembatan. Orang Batang lebih sering memakai kata ini untuk menyebut jembatan daripada istilah bahasa Jawa yang standar yaitu 'kreteg'. Jika Anda cari di Google Image kata 'brug' maka akan muncul gambar-gambar jembatan. (lihat ilustrasi)
Ketika saya berkeliling mencari tempat parkir ketemu tulisan 'vrij' yang artinya bebas/free, diadopsi orang Jawa termasuk orang Batang menjadi 'prei' alias bebas tidak bekerja. Saya juga bertemu kata 'vol' yang berarti 'penuh', diadopsi misalnya untuk menyebut isi bensin 'pol'.
Waktu kecil orang tua saya menyebut minuman susu sebagai 'mèlek' yang ternyata juga dari bahasa Belanda 'melk'. Kita juga masih sering menyebut sirup sebagai setrup alias 'stroop'
Mungkin masih banyak kata lain dari pengaruh Belanda yang belum saya temukan. Pendudukan Belanda selama 199 tahun (1746-1945) di wilayah pesisir utara Jawa Tengah tentunya banyak meninggalkan bekas sejarah termasuk dari segi bahasa.
Sebenarnya saya ingin banyak menggali sejarah Batang dari museum-museum yang banyak bertebaran di Den Haag maupun Amsterdam, sayang waktunya kurang karena saya hanya punya waktu dua hari di negeri kincir angin itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar