Kendaraan umum yang lazim digunakan untuk berkunjung ke Pekalongan adalah semacam angkot berwarna oranye yang disebut 'kol mbatang-ngkalongan'.
Kendaraan ini berbentuk minibus Suzuki Carry atau Daihatsu Zebra. Pada tahun 1991-1993 (saat saya SMA) tarifnya kalau tidak salah Rp 300,- untuk umum dan Rp.150,- untuk pelajar. Jauh dekatnya jarak mempengaruhi besarnya tarif umum. Sekarang mungkin sekitar Rp.6000-an.
Rute kendaraan ini adalah Pasar Batang-Dracik-Watesalit-Jl.Jend. Sudirman (Pantura)-Posis-Poncol-'stanplat' Surogenen. Sebelumnya pernah juga melewati Jl. A.Yani (Sawahan) dan Jl.Wahid Hasyim (perempatan Tampangsono) sebelum rutenya diganti ke Watesalit-Kalisari. Rute baliknya melewati Alun-alun Batang dan jalur stasiun menuju belakang pasar.
Konon sejak kredit motor begitu mudahnya kendaraan ini jadi kurang diminati, penghasilannya merosot dan jumlahnya pun berkurang. Dahulu supir selalu dibantu 'kenek' alias kernet, namun sekarang tidak.
Pendahulu 'kol mbatang-ngkalongan' adalah kendaraan 'kol trunthung' yang digunakan sekitar tahun 1970-an. Disebut demikian karena mobil bermesin dua tak tersebut berbunyi "trung,thung,thung,thung". Kendaraan ini lebih kecil bila dibandingkan minibus sekarang dan pintu penumpang terletak di belakang. Bila mobil penuh beberapa penumpang terpaksa harus bergelantungan di pintu tersebut bersama kernet.
Almarhum ibu saya pernah bercerita bahwa sebelum ada 'kol', kendaraan yang dipakai masyarakat Batang untuk menuju Pekalongan adalah 'dokar' alias delman dan sepeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar